FEMME – Berita sensasi muncul di media yakni penangkapan kelompok NII di Sumbar yang katanya bervisi seperti NII Kartosuwiryo.
Ditemukan senjata berupa golok diantara salah satu tersangka. Hebatnya kelompok ini katanya akan menggulingkan Pemerintah Jokowi sebelum 2024.
Dengan bermodal visi, sebilah golok dan usaha untuk mencari pandai besi.
Fadli Zon meragukan kelompok di Sumbar ini benar-benar ingin menggulingkan Pemerintahan Jokowi.
“Golok biasanya digunakan untuk mengambil kelapa dan berbuka puasa”, selorohnya.
Bukan hanya orang dewasa tetapi Densus 88 juga menyasar anak-anak.
Keraguan itu lebih kuat ternyata yang berniat akan menggulingkan itu hanya satu orang.
Penangkapan kelompok NII ini bersamaan momen dengan maraknya aksi mahasiswa yang memprotes agenda penundaan Pemilu dan perpanjangan 3 periode. Ada pula aspirasi yang mendesak Presiden untuk mundur.
Di tengah memanasnya tekanan pada Presiden Jokowi maka keterkaitan gerakan penggulingan oleh NII sepertinya dicoba untuk didekat-dekatkan.
Bila melihat sejarah penggulingan Pemerintahan dan agenda penggantian ideologi oleh PKI pada tahun 1926, 1948, dan terakhir 1965.
Nampaknya “penggulingan golok” NII di Sumbar ini nampaknya lebih pada halusinasi daripada benar-benar aksi.
PKI jauh lebih matang dan terkonsolidasi. Kesiapan kekuatan jauh lebih nyata.
Untuk agenda penggulingan, kekuatan riel jutaan massa PKI telah siap mendukung.
Tentara disusupi dan berada di lingkaran Istana. Cakrabirawa menjadi pasukan penyusup yang solid.
Belum lagi Angkatan Udara. Aparat birokrasi yang terafiliasi PKI juga cukup banyak termasuk Menteri.
Jadi kondisi seperti ini yang memang siap untuk melakukan penggulingan. Dan itupun ternyata dapat digagalkan.
Terlalu menyederhanakan dan memalukan jika sedemikian ketakutan atas puluhan orang NII yang baru diduga hendak melakukan teror.
Entah bagamaina caranya, dan hanya satu orang yang terkuak ingin menggulingkan Pemerintahan.
Modal untuk itupun hanya satu golok panjang. Densus 88 terlalu mahal untuk klaim murahan seperti ini.
Jika aksi mahasiswa atau elemen masyarakat lainnya mendesak Presiden untuk mengundurkan diri.
Atau menyampaikan aspirasi ke DPR/MPR agar melakukan proses pemakzulan Presiden, maka hal itu sah-sah saja.
Tak perlu ada penangkapan seperti terhadap kekuatan “berlevel Kecamatan” di Sumbar atas nama kelompok NII.
Aksi mahasiswa atau elemen masyarakat di atas tidak bisa di kualifikasi penggulingan yang bernama makar atau kudeta.
Oleh karenanya Densus 88 tidak perlu terlalu cepat mengumbar ancaman “penggulingan” pada Pemerintahan Jokowi atas penangkapan mereka yang menamakan dirinya sebagai NII di Sumatera Barat.
OPM yang menjadi KKB dan Teroris di Papua saja Pemerintah ragu untuk bertindak padahal aksi kekerasan mereka nyata.
Tentara dan masyarakat sipil banyak yang terbunuh sebagai korban dari kelompok separatis yang sebenarnya adalah “upaya penggulingan”.
Ini NII di Sumbar yang belum terdengar ada kekerasan kerusuhan, atau pembunuhan sudah diposisikan sebagai “akan menggulingkan”.
Di masa Orde Baru munculnya kelompok seperti Komando Jihad, NII dan sejenisnya disinyalir sebagai buatan. Bahan untuk menciptakan hantu dan memecah belah umat Islam.
Semoga saja dipopulerkan kembali NII, JI dan sejenisnya bukan mengambil oper pola Orde Baru dulu. Dengan tujuannya yang jelas adalah fitnah dan memecah belah.
Jadi menggulingkan Pemerintah dengan hanya bersenjatakan golok jelas absurd dan tidak nyambung.
Opini: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.***