Zat-zat kimia tersebut bisa muncul bila polyethylene glycol, yang batas toleransi ditentukan, digunakan sebagai penambah kelarutan dalam obat-obatan berbentuk sirop.
Menurut Farmakope Indonesia, EG dan DEG tidak digunakan dalam formulasi obat, tapi dimungkinkan keberadaannya dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirup dengan nilai toleransi 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol serta 0,25 persen pada polyethylene glycol.
Kementerian Kesehatan sudah melarang sementara penjualan dan penggunaan obat bebas dan atau bebas terbatas dalam bentuk sirop dalam upaya menekan faktor risiko gagal ginjal akut.
Kementerian Kesehatan juga menginstruksikan tenaga kesehatan menghentikan sementara peresepan obat-obatan berbentuk sirop yang diduga terkontaminasi EG dan DEG.
“Sambil menunggu BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) memfinalisasi hasil penelitian kuantitatif mereka.”
Warga yang anaknya memerlukan obat berbentuk sirop yang tidak bisa diganti dengan sediaan obat yang lain seperti obat anti-epilepsi disarankan berkonsultasi dengan dokter spesialis anak atau konsultan anak.
Menteri Kesehatan mengatakan bahwa jumlah anak usia di bawah lima tahun yang teridentifikasi mengalami gagal ginjal akut sudah mencapai 70-an per bulan.
Baca Juga:
Stretch Mark pada Kehamilan: Kenali Cara Terbaik untuk Mencegahnya
5 Rekomendasi Sepatu Bola Specs Original dengan Harga di Bawah Rp 1 Juta, Dapatkan Melalui Blibli!
“Balita yang teridentifikasi gagal ginjal akut sudah mencapai 70an per bulan, realitasnya pasti lebih banyak dari ini, dengan laju angka kematian mendekati 50 persen,” katanya.***