Femme.id, Jakarta – Saat ini rakyat Indonesia dan juga rakyat bangsa lain di seluruh dunia sedang memasuki satu masalah kesehatan yaitu wabah atau pandemi Covid-19. Sejak kemunculannya pertama kali di Wuhan China, kini pandemi ini sudah menyebar ke berbagai negara. Kampanye perang melawan Covid-19 kemudian digaungkan dimana-mana.
Ratusan ribu orang di dunia menjadi korban Covid-19. Data per 13 Mei 2020, Positif Covid-19 15.438 orang dan mencapai korban meninggal di Indonesia sudah lebih dari 1.000 orang. Protokol kesehatan sudah diberlakukan, begitu juga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) – yang dimulai dari Jakarta memaksa orang untuk stay at home dan work from home.
Bukan itu saja, kita juga wajib rajin cuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak dengan orang lain, serta jangan membuat kerumunan. Konon Covid-19 adalah penyakit kerumunan. Selain itu persoalan susulan muncul menimpa pengusaha dari yang kecil sampai besar karena produktivitasnya terganggu, apalagi yang bekerja di sektor informal tentu kondisi ekonominya berantakan.
Kondisi seperti inilah yang menambah masalah psikologis beban rakyat. Obat belum ada, mungkin uang juga tidak ada, dan melakukan usaha (tertentu) juga masih dilarang. Menyikapi persoalan demikian memang tidak gampang, tetapi begitulah realitasnya. Mau atau tidak, kenyataan inilah yang harus dihadapi.
Baca Juga:
Pilihan Produk Aman untuk Pembesar Alat Vital, Pembesar Payudara, dan Obat Kuat
Aktor Laga Senior Asal Amerika Serikat Steven Seagel Bertemu dengan Presiden RI Prabowo Subianto
Mengintip Proyek Musik Terbaru Debby Lufiasita, Ahli Branding dan Publicist
Kita harus berdamai dengan keadaan dan diri sendiri, sambil tetap berperang serius melawan Covid-19. Benar, virus Covid-19 tentu tidak bisa diajak berdamai, ini memang tidak gampang. Di satu sisi virus masih berkeliaran dan belum ditemukan antivirusnya, tapi di sisi lain kegiatan sosial dan roda ekonomi juga harus berputar.
Saat ini, pemerintah terlihat sudah memberikan sinyal relaksasi PSPB. Kabar “baik” ini harus disikapi secara ekstra hati-hati karena obat dan antivirus belum ditemukan, belakangan malah ditemukan kasus OTG, orang yang positif Covid-19 tanpa gejala.
Beberapa bentuk perubahan atau transformasi baru inilah yang kemudian melahirkan istilah Normalitas Baru atau “New Normal” (Normal Baru) yakni perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun dengan menerapkan protokol kesehatan, guna mencegah terjadinya penularan virus corona jenis baru, penyebab Covid-19.
Prinsip yang utama adalah kita harus bisa menyesuaikan pola hidup. Secara sosial, kita pasti akan mengalami sesuatu perubahan kebiasaan, “New Normal”. Kita harus beradaptasi dengan beraktifitas, dan bekerja, dan tentunya harus mengurangi kontak fisik dengan orang lain, dan menghindari kerumunan, dan bekerja, dan sekolah dari rumah.
Baca Juga:
Pilihan Produk Aman untuk Pembesar Alat Vital, Pembesar Payudara, dan Obat Kuat
Aktor Laga Senior Asal Amerika Serikat Steven Seagel Bertemu dengan Presiden RI Prabowo Subianto
Mengintip Proyek Musik Terbaru Debby Lufiasita, Ahli Branding dan Publicist
Secara sosial disadari bahwa hal ini juga akan berpengaruh. Sebab ada aturan yang disebutkan dalam protokol kesehatan untuk menjaga jarak sosial dengan mengurangi kontak fisik dengan orang lain yang harus dilakukan secara disiplin.
Lantas sampai kapan masyarakat harus hidup secara “New Normal” ini? Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menjelaskan bahwa kehidupan dapat kembali normal setelah vaksin ditemukan dan dapat dipakai sebagai penangkal virus corona jenis baru itu.
“Transformasi ini adalah untuk menata kehidupan dan perilaku baru, ketika pandemi, yang kemudian akan dibawa terus ke depannya sampai tertemukannya vaksin untuk Covid-19 ini,” kata Wiku.
Beberapa ahli dan pakar dunia telah memastikan bahwa kemungkinan paling cepat ditemukan vaksin itu adalah tahun depan. Artinya kemungkinan terbesar masyarakat harus hidup secara “New Normal” sampai tahun depan, bahkan bisa lebih.
Baca Juga:
Dalam hal ini, kita berharap agar penularan virus corona jenis baru di tengah masyarakat itu dapat diputus sebelum vaksin itu ditemukan, sehingga roda kehidupan bisa berputar kembali. Oleh sebab itu, perubahan perilaku menjadi kunci optimisme dalam menghadapi Covid-19 ini.
Yakni kita menjalankan kehidupan sehari-hari ditambah dengan penerapan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah atau didefinisikan sebagai “New Normal”. Di sisi lain, semua juga berharap bahwa sebelum vaksin ditemukan, sehingga masyarakat dapat kembali hidup “normal” setelah menerapkan “New normal” dengan disiplin tinggi dan bergotong-royong agar terbebas dari Covid-19.
Kiita harus optimis dan berpikiran positif, karena Indonesia ini punya kapasitas yang besar dan gotong royong. Nah, marilah kita gotong royong untuk merubah perilaku bersama. (Budi Purnomo Karjodihardjo, penulis blog Budipurnomo.com)